Friday 31 May 2013

Praktikum OTK III





  • BIOETANOL



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ubi kayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum.
Semakin maju nya teknologi bioproses sekarang ubi kayu atau singkong ini bisa diolah menjadi bioetanol, pengganti premium. Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana.
Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi. Ethanol atau ethyl alkohol C2H5OH berupa cairan bening, tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila terjadi kebocoran. Bahan baku pembuatan etanol adalah semua bahan yang mengandung gula (seperti nira), bahan yang mengandung pati (seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar dan lain-lain) serta bahan berselulosa (seperti kayu, baggase, tongkol jagung dan lain-lain).
Sehingga fungsi singkong (ubi kayu) sudah mulai bergeser, dari penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan bio-ethanol dan  karena Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah (natural decline) dari cadangan minyak yang menyebabkan biethanol harus di impor dari Negara luar. Agar produksi bioethanol terus meningkat maka pengembangan produksi bioethanol dari bahan baku yang berpati dan ramah lingkungan seperti ubi kayu. Melihat potensi tersebut akan dilakukan nya percobaan pembuatan bioethanol dari singkong secara farmentasi yang menggunakan Enzim a-amilase, b-amilase dan ragi tape. Digunakan nya bahan tersebut karena sangat komersil dan mudah didapat.

1.2    Rumusan Masalah
Adapun dalam praktikum ini penulis membatasi masalah bagaimana memproduksi Ubi Kayu menjadi Bioethanol dan yang mempengaruhi dalam proses pembuatan bioethanol ini.

1.3    Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah :
·         Mengetahui proses pembuatan Bioethanol dari bahan pati (Ubi Kayu).
·         Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen dan kadar Ethanol yang dihasilkan dari proses fermentasi pati.
·         Mengetahui pengaruh Enzim a-amilase dan b-amilase terhadap perolehan Bioethanol dari Ubi Kayu.
·         Mengetahui faktor waktu fermentasi terhadap konsentrasi Ethanol yang diperoleh.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu atau Singkong (Mannihot esculenta)
Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah.
Ubi kayu dikenal dengan nama Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia ( per 100 gram ) antara lain : – Kalori 146 kal – Protein 1,2 gram – Lemak 0,3 gram – Hidrat arang 34,7 gram – Kalsium 33 mg – Fosfor 40 mg – Zat besi 0,7 mg. Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin B1 0,06 mg – Vitamin C 30 mg – dan 75 % bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin A 11000 SI – Vitamin C 275 mg – Vitamin B1 0,12 mg – Kalsium 165 mg – Kalori 73 kal – Fosfor 54 mg – Protein 6,8 gram – Lemak 1,2 gram – Hidrat arang 13 gram – Zat besi 2 mg – dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Kulit batang ubi kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat.
Fungsi singkong (ubi kayu) sudah mulai bergeser, dari penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan bio-ethanol. Kebutuhan bio-ethanol sampai dengan 2010 tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 1,8 juta kilo liter.
Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan          : Plantae
Divisio             : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Malpighiales
Suku                : Euphorbiaceae
Subsuku          : Crotonoideae
Tribe                : Manihoteae
Marga              : Mannihot
Spesies            : M. esculenta

Ubikayu atau singkong merupakan komoditi yang banyak ditanam di Indonesia. Ubikayu dapat diproses menjadi sirup glukosa dan fruktosa. Sirup glukosa yang terbuat dari singkong kita sebut dengan gula singkong. Sirup glukosa merupakan salah satu produk bahan pemanis yang berbentuk cairan, tidak berbau dan tidak berwarna. Kebanyakan gula ini diproduksi oleh industri-industri besar yang telah menggunakan teknologi dan peralatan yang canggih. Padahal sebetulnya teknologi pembuatan gula ini  dapat dilakukan dengan cara sederhana yang dapat dilakukan di pedesaan.Buku ini memperkenalkan dan membimbing Anda untuk menghasilkan gula singkong yang bermutu dan teknik yang sederhana sehingga bisa diterapkan di pedesaan.  Beberapa teknologi yang diperkenalkan disini yaitu teknik likuifikasi, sakarifikasi, netralisasi dan penyaringan, selanjutnya teknik penguapan. Disamping itu disajikan juga analisis finansial untuk produksi gula singkong, dan contoh produk dari gula singkong yaitu sirup, gula cetak, permen jely dan kecap.

2.2   Pati atau Amilum
Pati atau amilum (CAS# 9005-25-8) adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah “pati” kerap dicampuradukkan dengan “tepung” serta “kanji”. “Pati” (bahasa Inggris starch) adalah penyusun (utama) tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena ter-/dicampur dengan protein, pengawet, dan sebagainya. Tepung beras mengandung pati beras, protein, vitamin, dan lain-lain bahan yang terkandung pada butir beras. Orang bisa juga mendapatkan tepung yang merupakan campuran dua atau lebih pati. Kata ‘tepung lebih berkaitan dengan komoditas ekonomis. Kerancuan penyebutan pati dengan kanji tampaknya terjadi karena penerjemahan. Kata ‘to starch’ dari bahasa Inggris memang berarti ‘menganji’ (‘memberi kanji’) dalam bahasa Melayu/Indonesia, karena yang digunakan memang tepung kanji.
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika.

2.3  Bioethanol
Bioethanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Bioetanol tersebut bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu. Adapun konversi biomasa tanaman tersebut menjadi bioethanol adalah seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel  2.1  Konversi biomasa menjadi bioetanol
Biomassa
Jumlah Biomassa
Kandungan Gula
Jumlah hasil bioethanol
Biomassa : Biethanol
Ubi Kayu
1.000
250-300
166,6
6,5 : 1
Ubi Jalar
1.000
150-200
125
8 : 1
Jagung
1.000
600-700
400
2,5 : 1
Sagu
1.000
120-160
90
12:1
Tetes
1.000
500
250
4:1

Ethanol merupakan  senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, sorgum, beras, ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah yang mengandung gula seperti tebu,nira,buah mangga nenas, pepaya, anggur, lengkeng,dll. Bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu  alternative penghasil ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

 2.4     Bensin
            Bensin adalah  salah satu jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan untuk kendaraan bermotor. Bensin tersedia atas tiga jenis yaitu premium, pertamax, dan pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu yang berbeda. Mutu bahan bakar bensin dikaitkan dengan jumlah ketukan (knocking) yang ditimbulkannya dan dinyatakan dengan nilai oktan. Makin sedikit ketukan makin baik mutu bensin, makintinggi nilai oktannya.
            Untuk menentukan nilai oktan, ditetapkan dua jenis senyawa sebagai pembanding yaitu“isooktana”dan n-heptana. Isooktana menghasilkan ketukan paling sedikit, diberi nilai oktan 100, sedangkan n-heptana menghasilkan ketukan paling banyak, diberi nilai oktan 0 (nol). Suatu campuran yang terdiri dari 80% iso oktana dan 20% n-heptana mempunyai nilai oktan sebesar (80/100 x 100) + (20/100 x 0) = 80.
            Secara umum, alkana rantai bercabang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dari pada isomer rantai lurusnya.
            Pertamax hanya terdiri atas senyawa isooktana dan n-heptana, melainkan mutunya atau jumlah ketukan yang dibutuhkan setara dengan campuran isooktana dan n-heptana. Premium mempunyai nilai oktan 88 dan pertamax plus mempunyai nilai oktan 95. Nilai oktan bensin harus dinaikan sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Hal ini dapat dilakukan dengan reforming atau menambahkan zat anti ketukan. Reforming adalah suatu proses untuk mengubah alkana rantai lurus menjadi rantai bercabang, dengan demikian akan menaikan nilai oktan.
            Salah satu zat anti ketukan yang hingga kini masih digunakan dinegara kita adalah Tetraethyl Lead(TEL). Zat ini dapat menaikan nilai oktan 15 poin, tetapi dapat menghasilkan timbal hitam bersama asap kendaraan yang akan menempel pada komponen mesin. Untuk mencegah supaya timbal hitam tersebut tidak menempel pada komponen mesin dicampurkan pula etilen bromida, C2H4Br2. Tetapi hal ini justru menghasilkan timbal bromida yang keluar bersama asap kendaraan, yang mana senyawa ini sangat beracun yang dapat merusak otak. Dan pada akhirnya senyawa etilen bromida sekarang diganti menjadimethyl tertiary buthyl ether (MTBE)
Gambar 2.1 Bioethanol atau Ethanol (Alkohol)
Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa (misalnya : jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi


ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku, Liquefikasi dan Sakarifikasi, Fermentasi, Distilasi,dan Dehidrasi.

2.5 . Liquifikasi dan Sakarifikasi
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase  bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :
·         Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja. 
·         Pengaturan pH optimum enzim.
·         Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur pada suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan)

2.6  Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 100 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1.      Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
Gambar 2.2 Proses penyulingan ethanol dengan alat konvensional
2.      Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 60-90 % melalui 2 (dua) tahapan penyulingan.

Gambar 2.3 Penyulingan menggunakan distillator model kolom reflux

2.7  Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara, antara lain : 
·         Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping
·         Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.

2.8    Enzim
Enzim yang telah digunakan secara umum dalam industri pangan, salah satunya enzim a-amilase. Enzim a-amilase digunakan dalam industri hidrolisis pati, bir, roti, dan deterjen. Dalam industri hidrolisis pati, enzim digunakan untuk mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan viskositas pati dan menghidrolisis menjadi  maltodekstrin. Enzim a-amilase (1,4-a-glukanohidrolase) merupakan endoglukanase yang menghidrolisis ikatan internal a-l,4 glikosidik. Sebelum digunakan a-amilase termostabiI, enzim amilase dari B.sllbtilis dan B. amyloliquefaciens yang digunakan harus ditambahkan sebelum dan sesudah tahap gelatinasi pada suhu tinggi. Dengan ditemukan a-amilase dari B. Licheniformis maka tahap ini dapat dieliminasi. Enzim a-amiloglukosidase (1,4-a-D-glukan glukohidrolase atau glukoamilase) dari cendawan digunakan dalam produksi sirup glukosa yang setara dengan dekstrosa sebesar 95 sampai 97%. Enzim tersebut memiliki aktivitas exoacting yaitu melepaskan glukosa dari ujung pereduksi maltodekstrin. Bila diinginkan diperoleh sirup glukosa yang setara dengan dektrosa lebih dari 98% perIu ditambahkan pululanase dari Klebsiella aerogenes. Enzim ini ternyata tidak stabil karena secara cepat dapat kehilangan aktivitas pada pH 4.5 dan suhu 60°C (Thomas & Kenealy 1986).
Contoh Enzim a-amilase dari cendawan termostabil Aspergillus niger dan A. oryzae digunakan untuk produksi sirup maltosa. Enzim cendawan tersebut berbeda dari enzim a-amilase bakteri, yaitu produk utamanya adalah maltosa, disamping itu juga menghasilkan dekstrin dan glukosa dalam jumlah terbatas. Berdasarkan alasan ekonomi,a-amilase cendawan sering digunakan bersamaan dengan amiloglukosidase untuk menghasilkan sirup campuran yang setara dengan dekstran sebesar 60%. Sirup campuran yang dihasilkan dapat digunakan sebagai substrat murah dalam industri bir dan fermentasi. Enzim isomerase digunakan untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa dalam industri sirup jagung berkadar fruktosa tinggi. Fruktosa yang merupakan isomer D-glukosa adalah pemanis alami yang paling manis. Untuk tujuan isomerisasi ini digunakan enzim xilosa isomerase. Dalam industri modern, penggunaan xilosa isomerase dilakukan dalam reaktor fixed-bed dalam bentuk terimobilisasi. Xilosa isomerase yang sering digunakan berasal dari B. coagulans,Streptomyces albus, Arthrobacter spp., dan Actinoplanes missouriellsis.
Dua enzim karbohidrase penting lainnya yang digunakan dalam industri ialah pektinase dan laktase. Pektinase digunakan untuk menjernihkan jus buah. Laktase digunakan pada industri keju untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Thomas & Kenealy 1986). Enzim proteolitik memiliki peranan kira-kira dua pertiga dari total pasar industri berbasis enzim. Dari total protease yang digunakan dalam industri, 25% di antaranya merupakan protease alkalin termostabil yang digunakan dalam industri deterjen. Dari uraian tersebut terlihat betapa enzim termostabil sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam industri modern yang berbasis enzim.
Meskipun kemajuan yang dicapai dalam aplikasi enzim telah sangat luas selama dekade terakhir ini, namun pengetahuan tentang fisiologi, metabolisme, enzimologi, dan genetika dari mikrob penghasil enzim masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian mendalam tentang sifat-sifat molekuler enzim dan gen-gennya untuk dapat memahami bagaimana mereka menjalankan fungsinya pada suhu tinggi, bahkan pada suhu di atas 1000 masih diperlukan.



BAB III
PELAKSANAAN PERCOBAAN

3.1  Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun peralatan yang digunakan ialah :
·         Parutan Ubi
·         Bejana/tangki untuk pemasak dan proses fermentasi
·         Kompor
·         Pemanas Listrik
·         Kolom Distilasi
·         Thermometer
·         Alkoholmeter
·         Kertas Lakmus

3.1.2  Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah :
·         Ubi Kayu
·         Enzim a-amilase
·         Enzim b-amilase
·         Rago roti
·         Pupuk Urea
·         Pupuk NPK

3.2  Prosedur Kerja
Secara umum produksi bioethanol mencakup tiga proses yaitu persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian.
Cara kerja produksi bioethanol adalah :
1.   Ubi kayu dikupas bagian kulit arinya kemudian dicuci.
2.   Ubi kayu diparut dengan parutan ubi.
3.   Masukkan ubi kayu yang telah diparut ke dalam tangki pemasak. Tambahkan air sehingga kadar pati dalam larutan menjadi 14%, kemudian ditambahkan a-amilase sebanyak 0,1% dari berat pati lalu panaskan sampai temperature 80oC sambil diaduk. Tahan pada temperature ini selama 30menit. Didihkan sampai mendidih dan tahan pada temperature tersebut selama 30menit, kemudian dinginkan sampai dengan 55oC lalu masukkan ke dalam sakarifakator.
4.   Didalam sakarikator tambahkan b-amilase sebanyak 0,06% dari berat pati, larutan diaduk selama 2 jam dan didinginkan sehingga temperature menjadi 34oC.
5.   Masukkan larutan ke dalam tangki fermentor, tambahkan ragi roti, urea sebanyak 0,5% dan NPK 0,06% dari berat pati dalam larutan lalu diaduk. Proses fermentasi akan berlangsung selama 72jam.
6.   Setelah proses fermentasi selesai, larutan dimasukkan ke dalam tangki dan siap untuk didistilasi. Temperatur di distilator dijaga pada 79oC. pada kondisi ini diharapkan kadar ethanol yang keluar mencapai 95%.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Setelah dilakukannya praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1 Perolehan Bioethanol
Kelas
Kelompok
Waktu
fermentasi
Penggunaan Enzim
Kadar Etanol
Vetanol
Perolehan Etanol
B
3 dan 4
3
Pakai
69
442
304,98

5 dan 6
6
Pakai
71
500
355

7 dan 8
7
Pakai
70
515
360,5

1 dan 2
8
Pakai
66
500
330
A
3 dan 4
9
Pakai
73
440
321,2

1 dan 8
8
Tidak
-
-
-

5 dan 6
3
Pakai
70
263
184
Keterangan :
Waktu fermentasi (hari)
Kadar Etanol (%)
Vetanol  (mL)
Perolehan Etanol (mL)
Negative (-)                   : tidak berhasil

4.2  Pembahasan
Bioethanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair. Karena mulai berkurang nya bahan baku pembuatan Ethanol, maka perkembangan pembuatan Bioethanol sudah mulai dikembangkan. Pembuatan bioethanol dari bahan baku yang ramah lingkungan sudah mulai diteliti seperti tanaman yang mengandung gula dan pati. Dalam praktikum ini pembuatan bioethanol di lakukan dengan bahan baku yang mengandung pati yaitu Ubi Kayu. Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi.
Setelah dilakukannya praktikum dapat dilihat hasil pada table 4.1 Pembuatan Bioethanol. Variabel yang dilakukan pada percobaan ini ialah :
·         Waktu fermentasi
·         Penggunaan Enzim

Waktu fermentasi sangat berpengaruh dalam hasil yang diperoleh, dilihat dari tabel semakin lama waktu fermentasi semakin tinggi perolehan biotehanol, tetapi hasil cenderung turun pada hari ke delapan dan ke Sembilan. Kondisi ini disebab kan oleh kandungan glukosa yang terdapat dalam bahan sudah berkurang, sehingga bakteri tidak bisa mengubah glukosa menjadi ethanol dan menyebabkan bakteri mati.

Penggunaan Enzim juga sangat berpengaruh dalam proses fermentasi, pada tabel dapat dilihat pada kelas A kelompok 1 dan 8 mengalami kegagalan karena tidak adanya penambahan/pengguaan enzim dalam proses. Enzim sangat berpengaruh karena fungsi enzim sebagai katalis (mempercepat reaksi terjadi nya ethanol), enzim juga digunakan untuk mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan viskositas pati dan menghidrolisis menjadi  maltodekstrin. Enzim a-amilase (1,4-a-glukanohidrolase) merupakan endoglukanase yang menghidrolisis ikatan internal a-l,4 glikosidik, enzim juga pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase  bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) Pada percobaan yang tidak menggunakan enzim, ubi kayu cepat membusuk, adanya ulat, berbau tidak enak, warna sedikit hitam dan seperti bubur, sehingga tidak ada perbedaan antara larutan dan ampas ubi kayu tersebut. Sehingga tidak menghasilkan bioethanol.

Reaksi pembuatan Bioehanol :
     H2O
(C6H10O5)n  ---------------------------- N C6H12O6 (1)
                                    enzyme
        (pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n  ---------------------------- 2 C2H5OH + 2 CO2. (2)
                              yeast (ragi)
        (glukosa)  -------------------------------- (ethanol)


BAB V
PENUTUP


5.1  Kesimpulan
Setelah dilakukan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
·      Dalam proses pembuatan Bioetanol waktu fermentasi mempengaruhi rendemen.
·      Penggunaan enzim dalam proses berperan penting, karena mempengaruhi proses terbentuknya Bioethanol.
·      Rendemen yang diperoleh oleh kelompok 355mL, faktor yang mempengaruhi waktu dan penggunaan enzim.
·      Proses pembuatan Bioethanol dilakukan dengan metode fermentasi dan bantuan enzim.


5.2  Saran
·      Dalam praktikum sebaiknya menggunakan APD lengkap.
·      Waktu fermentasi juga diperhatikan karena mempengaruhi rendemen.
·      Penambahan enzim sebaiknya teliti karena apabila kelebihan hasil yang didapat tidak bagus.

DAFTAR PUSTAKA

www.google.com / enzimdalambahanpangan
www.google.com / prosesproduksipembuatanbioethanol
www.google.com / Amillase
pratima bajpai and pramod K.B ; 1998; Denking with Enzyme: A Review, TAPPI Journal 81:12



No comments:

Post a Comment