- ANALISA CAMPURAN TIGA KOMPONEN
I. TUJUAN
a.
Mempelajari dan memahami
pemakaian alat refraktometer untuk analisis campuran tiga komponen.
b. Menggunakan sistem diagram segitiga untuk
menentukan komposisi campuran tiga komponen.
c.
Menerapkan pengukuran dua
besaran fisika non selektif dalam analisis campuran tiga komponen.
II. TEORI DASAR
Suatu metoda
analisa yang berdasarkan atas pengukuran besaran fisika (refraksi) dinamakan
dengan metoda refraktrometri. Dalam analisa instrumen, besaran fisika dapat dibedakan atas dua
kelompok, yaitu :
Ø Besaran fisika selektif
Adalah besaran fisika yang dimiliki oleh suatu komponen dalam zat dan
apabila bercampur dengan besaran fisika lainnya maka nilainya tidak
berpengaruh. Contoh : frekuensi dan kecepatan radiasi.
Ø Besaran fisika non-selektif
Adalah
besaran fisika yang nilainya berubah bila ada senyawa atau besaran fisika
lainnya dalam campuran. Contoh : indeks bias dan warna.
Dalam
menentukan komposisi suatu larutan yang terdiri dari tiga komponen, dibuat
sederet larutan standar dengan beberapa variasi volume campuran. Masing-masing
larutan ditentukan indeks biasnya dengan refraktometer ABBE, kemudian dilakukan
pengkalibrasian terhadap diagram segitiga (diagram terner). Untuk menentukan
komposisi dari campuran tiga komponen yang belum diketahui tersebut, dilakukan
hal yang sama yaitu mengukur indeks bias dan pengukuran besaran fisika warnanya
dengan membandingkan larutan tersebut dengan larutan standar seri.
Pada
percobaan ini dipakai dua besaran fisika non-selektif yaitu indeks bias yang
ditentukan pada Refraktometer dan warna pada Colorimeter standar seri.
Kaidah fasa
Gibbs menerangkan bahwa derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen adalah :
F = 3 – P + 2
=
5 – P
dimana :
F =
jumlah derajat kebebasan (variabel bebas terpilih seperti suhu dan tekanan untuk menentukan keadaan fasa).
P = fasa.
Dan empat derajat kebebasan itu adalah :
a.
Tempratur
b.
Tekanan
c.
Susunan dua komponen
d.
Susunan tiga komponen
Bila sistem tiga komponen ini berada dalam
suatu fasa maka derajat kebebasannya (F) = 4, berarti dibutuhkan 4 variabel
untuk menentukan sistem secara mutlak. Untuk penyederhanaan pada sistim tiga
komponen ini dilakukan pada P dan T konstan.
Pembiasan
cahaya adalah gejala pematahan sinar yang masuk dari suatu medium ke medium
lain yang berbeda kerapatannya sehingga sinar diubah arahnya. Indeks bias
adalah perbandingan kecepatan rambat cahaya dalam ruang hampa dengan kecepatan
cahaya pada medium.
Hukum
tentang pembiasan cahaya dikenal dengan hukum Snellius, yang berbunyi :
1. Perbandingan antara sinus sudut datang
dengan sinus sudut bias selalu tetap.
2. Jika sinar datang dari medium rapat ke
medium yang kurang rapat, sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal.
3. Jika sinar datang dari medium yang kurang
rapat ke medium yang rapat, maka sinar akan dibiaskan mendekati garis normal.
4. Jika sinar datang tegak lurus bidang maka
sinar tidak dibiaskan melainkan diteruskan.
Ciri-ciri khas refraktometer adalah dapat dipakai mengukur secara
tepat dan sederhana karena hanya memerlukan zat contoh dalam jumlah yang
sedikit, yaitu ± 0,1 ml dan karena
ketelitiannya yang tinggi.
Ada 3 jenis refraktometer yang dikenal,
yaitu :
·
Hand Sugar Refraktometer
Refraktometer ini digunakan untuk
menentukan kadar gula, biasanya dipakai untuk minuman seperti sirup dan limun. Refraktometer ini disebut dengan prokinometer.
·
Immersion Refraktometer
(Refraktometer Celup)
Refraktometer
ini dicelupkan pada cairan yang akan ditentukan indeks biasnya.
·
Refraktometer ABBE
Refraktometer ABBE dirancang oleh Ernest
Abbe pada tahun 1869 dan merupakan refraktometer standar. Larutan yang
dibutuhkan sangat sedikit dan pengerjaannya lebih efisien, sehingga sering
digunakan di laboratorium.
Prinsip Pengukuran
Didasarkan pada
prinsip bahwa cahaya yang masuk melalui prisma cahaya bisa melewati bidang
batas antara cairan dan prisma kerja dengan suatu sudut yang terletak dalam
batas-batas tertentu yang ditentukan oleh sudut batas antara cairan dan gelas.
Yang akan diamati adalah bidang terang dan
bidang gelap yang terpisah menurut garis yang jelas. Tempat perbatasan ini tergantung pada indeks bias
cairan dan gelas.
Terjadinya
bidang batas antara gelap dan terang bila cahaya dijatuhkan pada prisma kerja
dengan berbagai sudut datang mulai dari 0o – 90o, maka
cahaya dibiaskan keluar dengan berbagai sudut yang besarnya berlainan untuk
setiap warna cahaya.
Dalam
menentukan komposisi suatu larutan yang terdiri atas tiga kompo-nen, dibuat
sederetan larutan standar (konsentrasinya tidak diketahui) dengan beberapa
variasi volume campuran. Masing-masing
larutan standar ditentukan indeks biasnya dengan menggunakan refraktometer
kemudian dilakukan peng-kalibrasian terhadap diagram sama sisi. Untuk
menentukan komposisi komponen campuran tiga komponen yang belum diketahui, dilakukan
hal yang sama yaitu mengukur indeks bias dan pengukuran besaran fisik warnanya
dengan memban-dingkan larutan dengan larutan standar secara colorimetri standar
seri.
III.
PROSEDUR KERJA
a.
Alat
·
Refraktometer ABBE.
·
Tabung
reaksi dan rak tabung reaksi.
·
Buret.
·
pipet tetes.
b. Bahan
·
Aquadest.
·
Gliserin 50%
·
Sirup.
c.
Cara Kerja :
- Diisi ketiga buret masing-masing dengan
sirup, gliserin dan aquadest.
- Dibuat deretan larutan standar pada tabung
reaksi dengan komposisi :
Tabung Ke
|
I
|
II
|
II
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
XI
|
XII
|
XIII
|
XIV
|
XV
|
Sirup
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
3
|
2
|
1
|
1
|
1
|
2
|
Aquades
|
4
|
3
|
2
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
1
|
Gliserin
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
3
|
2
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
1
|
1
|
- Dihomogenkan larutan dan tempatkan pada
rak tabung reaksi.
- Diamati dan catat warna larutan (tanda +
untuk 1 poin warna merah).
- Ditentukan indeks bias masing-masing
larutan standar tersebut.
- Diminta larutan tugas pada asisten dan
ukur indeks bias dengan cara yang sama.
- Dibuat kurva kalibrasi standar (diagram
segitiga) dan ditentukan komposisi dari larutan tugas.
Cara
pemakaian Refraktometer ABBE
- Alat dihubungkan ke sumber arus.
- Tempat sampel dibuka dan dibersihkan
dengan tissue beralkohol.
- Diteteskan satu dua tetes sampel, ditutup
prisma pembiasnya.
- Lampu dihidupkan dan lensa okuler diatur
hingga didapatkan pengamatan terang.
- Tombol pengatur kemiringan prisma (sebelah
kanan) diatur hingga muncul bayangan gelap. Diatur tombol prisma Amisi hingga
garis batas terang gelap cukup jelas.
Diatur lagi tombol pengatur kemiringan prisma hingga batas gelap terang
berdempet dengan titik silang diagonalnya.
- Tombol sebelah kiri dipindahkan ke bagian
atas (untuk penunjuk skala), dan skala dibaca sampai ketelitian 4 desimal.
VI. Hasil
dan Perhitungan
5.1. Hasil pengukuran larutan
standar
Tabung
Ke
|
Syrup
(mL)
|
Aquades
(mL)
|
Gliserin
(mL)
|
Warna
|
Indeks
Bias (n)
|
I
|
0
|
4
|
0
|
-
|
1.3341
|
II
|
0
|
3
|
1
|
-
|
1.3560
|
III
|
0
|
2
|
2
|
-
|
1.3810
|
IV
|
0
|
1
|
3
|
-
|
1.4030
|
V
|
0
|
0
|
4
|
-
|
1.4040
|
VI
|
1
|
0
|
3
|
+
|
1.4211
|
VII
|
2
|
0
|
2
|
++
|
1.4310
|
VIII
|
3
|
0
|
1
|
+++
|
1.4351
|
IX
|
4
|
0
|
0
|
++++
|
1.4370
|
X
|
3
|
1
|
0
|
+++
|
1.4120
|
XI
|
2
|
2
|
0
|
++
|
1.4110
|
XII
|
1
|
3
|
0
|
+
|
1.3610
|
XIII
|
1
|
1
|
2
|
+
|
1.4060
|
XIV
|
1
|
2
|
1
|
+
|
1.3870
|
XV
|
2
|
1
|
1
|
++
|
1.4065
|
Diagram segitiga standar
5.2.
Hasil pengukuran sampel (Cx)
-
Indeks
Bias ( n ) sampel = 1.4050
-
Warna
sampel (Cx) = +.
a.
Penentuan letak sampel berdasarkan selisih
indeks bias ( ∆n ) standar terkecil
nsampel =
1.4050
Selisih
indeks bias ( ∆n ) standar :
1.
1.4065 – 1.4050 = 0,0015
2.
1.4050 – 1.3870 = 0.0180
Indeks bias
sampel ( n sampel) terletak antara 1.3870 (tabung XIV) sampai 1.4060 (tabung
XV)
b.
Komposisi Sampel 100% dari Diagram Segitiga
Gliserin = 25 %
Sirup = x 50%
= 49.95%
Aquades = 100 % - (25% + 49.95%)
= 25.05%
c.
Komposisi Sampel dalam ml
Gliserin = x 4 ml
= 1 mL
Sirup = x 4 ml
= 1.998 mL
Aquades
=
x 4 ml
= 1,002 mL
V. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan
untuk menganalisa suatu campuran yang terdiri dari tiga komponen penyusun yang
belum diketahui komposisnya. Dalam praktikum ini komponen dari campuran
tersebut (sirup, aquades dan gliserol) dibuat sedemikian rupa dalam
perbandingan yang tetap dengan jumlah 4 ml, kemudian ditentukan indeks biasnya
dan warna larutannya. Indeks bias dari campuran akan ditentukan dengan metoda
refraktometri sedangkan warna ditentukan dengan metoda colorometri standar
seri. Kedua analisa instrumen ini memiliki detektor yang sama, yaitu mata (eye
detector). Jika mata digunakan sebagai detektor, kesalahan akan sangat mungkin
terjadi mengingat keselektifan mata sangat terbatas dan kepekaan mata yang
berbeda dari setiap orang.
Pengukuran pada praktikum ini
didasarkan pada prinsip pembiasan cahaya yang masuk melalui prisma dan melewati
bidang batas antara cairan/larutan dan prisma amisi dengan suatu sudut yang
terletak pada batas-batas tertentu. Sasaran utama yang diamatai adalah bidang
terang dan bidang gelap yang terpisah menurut garis yang jelas.
Dari
pegukuran indeks bias yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sirup
memiliki indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan gliserol dan aquades. Sirup
memiliki nilai indeks bias sebesar 1.4370 sedangkan gliserol 1.4040 dan aquades
1.3341 sehingga semakin banyak volume sirup dalam campuran maka semakin tinggi
indeks bias campuran tersebut.
VI.
KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan ini dapat
diambil kesimpulan antara lain :
-
Komposisi
campuran 3 komponen dalam larutan sampel :
1. Sirup =
1,998 mL
2. Aquades =
1,002 mL
3. Gliserin = 1,000 mL
-
Untuk
menganalisa suatu sampel yang terdiri dari tiga komponen dapat ditentukan dengan
cara Refraktometer dengan menggunakan sistem diagram segitiga dalam menentukan
komposisi campuran larutan sampel.
-
Hasil
pengukurannya merupakan besaran fisika non-selektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Kennedy.John. 1986. ANALYTICAL CHEMISTRY PRINCIPLE. Harcount
Grace Javanovich Publisher : New York .
Underwood, A.L. dan R.A. Day.
1999. ANALISA KIMIA KUANTITATIF. Edisi ke-5. Erlangga : Jakarta. Hal 490 – 542.
Vogel. 1994.
KIMIA ANALISIS KUANTITATIF
ANORGANIK. Edisi ke-4. Penerbit EGC : Jakarta. Hal. 243 – 253.
- FOTOMETRI
I.
Tujuan
Ø Dapat mengenal peralatan instrumen
fotometer filter.
Ø Mempelajari hubungan antara sifat
serapan variasi konsentrasi komponen terhadap beberapa jenis sinar.
Ø Menentukan dan menghitung konsentrasi
Fe³⁺ dalam larutan tugas yang diberikan.
II.
Teori
Dasar
Fotometri
adalah suatu metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran besaran emisi
sinar monokromatis spesifik pada panjang gelombang tertentu yang di pancarkan
oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam keadaan
nyala dimana besaran ini merupakan fungsi dari konsentrasi dari komponen logam
tersebut. Misalkan logam natrium menghasilkan pijaran warna kuning, kalium
memancarkan warna ungu sedangkan litium memancarkan sinar merah bila di bakar
dalam nyala. Hal inilah telah dimanfaatkan untuk maksud identifikasi unsur
alkali tersebut.
Besaran
intensitas sinar pancaran ini ternyata sebanding dengan tingkat kandungan unsur
dalam larutan, sehingga metode flame fotometer digunakan untuk tujuan
kuantitatif dengan mengukur intensitasnya secara relatif. Metode ini
menggunakan foto sel sebagai detektornya dan pada kondisi yang sama digunakan
gas propana atau elpiji sebagai pembakarnya untuk membebaskan air sehingga yang
tersisa hanyalah kandungan logam.
Fotometri
nyala didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar unsur akan tereksitasi
dalam suatu nyala pada suhu tertentu serta memancarkan emisi radiasi untuk
panjang gelombang tertentu. Eksitasi terjadi bila elektron dari atom netral
keluar dari orbitalnya ke orbital yang lebih tinggi. Dan bila terjadi eksitasi
atom, ion molekul akan kembali ke orbital semula dan akan memancarkan cahaya
pada panjang gelombang tertentu. Prinsip dari fotometri nyala ini adalah
pancaran cahaya elektron yang tereksitasi yang kemudian kembali ke keadaan
dasar.
Dipancarkannya
warna sinar yang berbeda-beda atau warna yang khas oleh tiap-tiap unsur adalah
di sebabkan oleh karena energi kalor suatu nyala-nyala elektron dikulit paling
luar dari unsur-unsur tersebut tereksitasi dari tingkat dasar ke tingkat yang
lebih tinggi, yang dibolehkan. Pada waktu elektron-elektron tereksitasi kembali
ke tingkat dasar akan diemisikan foton yang energinya:
E emisi=
E eksitasi – E dasar
Oleh
karena tingkat-tingkat energi eksitasi tersebut adalah khas atau spesifik untuk
suatu unsur logam tertentu, maka sinar yang dipancarkan oleh suatu unsur logam tersebut
adalah khas pula. Dasar ini digunakan untuk analisa kualitatif unsur-unsur
logam secara reaksi nyala.
Gangguan-gangguan
dalam fotometri :
1. Gangguan spectral
Gangguan
yang disebabkan oleh unsur-unsur lain yang terdapat bersama dengan unsur yang
akan dianalisa. Gangguan ini disebabkan karena penggunaan filter untuk memilih λ yang akan diukur intensitasnya.misalnya :
spektrum pita dari Ca(OH)2 akan megganggu pancaran sinar Na pada panjang
gelombang 550 nm. Gangguan tersebut dapat di hilangkan dengan mempertinggi
pemisahan cahaya atau mengatur band width.
2. Gangguan dari sifat fisik larutan
Variasi sifat
fisik dari larutan dapat memperkecil atau membesar intensitas sinar yang akan
dianalisa, sehingga intensitasnya yang terbaca tidak sesuai dengan konsentrasi
yang akan di analisa, seperti :
·
Viscositas
Makin besar
viskositas dari suatu larutan yang dianalisa, makin lambat larutan tersebut
mencapai nyala. Sehingga intensitas pancaran pada alat akan semakin kecil dan
tidak sesuai dengan konsentrasi unsur yang kita analisa.
·
Tekanan uap dan
permukaan larutan
Sifat ini akan
mempengaruhi ukuran besar kabut. Kabut dengan ukuran besar akan sedikit
mencapai nyala, sehingga intensitas yang terbaca pada alat akan lebih kecil
dari nilai yang sebenarnya.
3. Gangguan ionisasi
Gangguan
ini disebabkan karena menggunakan suhu nyala yang lebih tinggi. Logam alkali
dan alkali tanah yang mudah terionisasi, akibat dari adanya ionisasi akan
mengurangi jumlah atom netral. Akibat nya intensitas dari spektrum atom akan
berkurang dan tidk sesuai dengan konsentrasi yang akan di amati.
Nyala
yang dihasilkan dari campuran oksigen
dan gas akan mempunyai energi yang dapat mengionisasi logam alkali dan alkali
tanah hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah atom yang akan
diektraksi. Adanya atom yang lebih mudah terrionisasi akan memberikan sejumlah
elektron ke dalam nyala sehingga akan mendesak ion menjadi atom.
4. Gangguan dari anion-anion yang ada
dalam larutan logam
Pada
umumnya sinar dari emisi unsur-unsur akan lebih rendah apabila jumlah asam yang
relatif tinggi gangguan anion ini tidak akan nyata bila kadar nya lebih rendah
dari 0,1 M diatas kepekatan tersebut asam sulfat, nitrat dan fosfat akan
memberikan akibat pada penurunannya sinar emisi logam.
Gangguan-gangguan
analisa fotometri secara intensitas langsung adalah segala gangguan atau hal
dan peristiwa-peristiwa yang dapat mempengaruhi intensitaspancaran unsur yang
kita analisa, sehingga nilai intensitas pancaran yang dihasilkan tersebut tidak
lagi sesuai dengan unsur yang sebenarnya.
III.
Prosedur
Kerja
1. Alat
^ peralatan
genesys 20
^ labu
ukur
^ pipet
gondok
^ buret
2. Bahan
^
larutan standar Fe³⁺ 500 mg/ L
^ Asam salisilat
1%
^ Asam asetat 0.1
M
^ Aquadest
3. Cara
kerja
^ Buat larutan
standart Fe³⁺ 50 mg/L dari larutan induk Fe³⁺
500 mg/ L.
^ Buat deretan
standart dengan variasi 0, 0.5, 1, 2, 4, 7, 10 ml masing-masing
ke dalam labu ukur 100 ml.
^ Tambahkan 2ml
asam salisilat dan 5 ml asam asetat kepada masing masing
larutan tersebut, lalu encerkan sampai tanda
batas.
^ Buat larutan
tugas dengan menggunakan labu ukur yang sama serta
memperlakukan sama dengan deret standar.
^ set alat dengan
benar.
^ Ukur dan catat
nilai transmitan semua larutan di atas.
^ buat kurva
kalibrasi.
Tabung ke
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
ml Fe³⁺
|
0
|
0.5
|
1
|
2
|
4
|
7
|
10
|
ml asam salisilat
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
ml asam asetat
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
IV.
Perhitungan
dan Pembahasan
Pembuatan
larutan standar Fe³⁺ 50 mg/L :
V1 X N1 = V2 X N2
V1 X 500 = 100 X 50
V1 = 10 ml + 90ml aquadest
Jadi larutan
standar dibuat dari 10 ml larutan induk Fe³⁺ 500mg/L
kemudian diencerkan menggunakan aquadest di dalam labu ukur 100 ml sampai tanda
batas.
Hasil pengukuran
deret standardengan spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm
Konsentrasi
(ppm)
(x)
|
Panjang gelombang
|
Adsorban(y)
|
x.y
|
x²
|
0
|
540
|
0
|
0
|
0
|
0.5
|
540
|
0.008
|
0.004
|
0.25
|
1
|
540
|
0.016
|
0.016
|
1
|
2
|
540
|
0.038
|
0.076
|
4
|
4
|
540
|
0.058
|
0.232
|
16
|
7
|
540
|
0.107
|
0.749
|
49
|
10
|
540
|
0.150
|
1.5
|
100
|
24.5
0.377 2.577 170.25
Perhitungan :
Y = a +
bx
b = nΣ x.y - (Σx
. Σy)
nΣx² - (Σx)²
b = (7 x 2.577)
– (24.5 x 0.377)
(7 x 170.25) –
24.5²
b
= 18.039 – 9.236
1191.75 – 600.25
= 8.803
591.5
b = 0.015
a
= Σy – b. Σx
n
a
= 0.377 – (0.015 x 24.5)
7
a
=0.377 – 0.367
7
a = 0.0014
Perhitungan Cx :
·
AMATULLAH RADYAH,Y= 0.098
Y
= a + bx
0.098 = 0.0014 + 0.015X
X
= 0.098 – 0.0014
0.015
X
= 6.4 ppm
·
ANGGI YUDI, Y= 0.063 (saya)
X
= 0.063 – 0.0014
0.015
X
= 3,7 ppm
·
AYU NOFITA , Y= 0.101
X
= 0.101 – 0.0014
0.015
X
= 6.6 ppm
·
ANGGIFO, Y = 0.082
X
= 0.082 – 0.0014
0.015
X
= 5.4 ppm
·
FALDI, Y = 0.089
X
= 0.089 – 0.0014
0.015
X
= 5.8 ppm
V.
Pembahasan
Dari kegiatan
praktikum yang telah dilakukan, dapat dinyatakan bahwa hal-hal yang perlu
diperhatikan agar hasil absorban teliti adalah :
·
Pemipetan untuk
larutan harus sesuai dan teliti
·
Pengenceran harus
diperhatikan
·
Pembacaan skala
pada spektrofotometer harus cermat
Berdasarkan data di atas, tidak ada permasalahan
yang berarti karena data menunjukkan bahwa adanya perbedaan serta peningkatan
adsorban dari berbagai konsentrasi (ppm), baik dari pada 0ppm hingga 10ppm
terjadi kenaikan adsorban.
VI.
Kesimpulan
Dari kesimpulan
kegiatan praktikum yang telah di lakukan, dapat di simpulkan bahwa pada
konsentrasi 0 ppm maka tidak adanya adsorban dan dari konsentrasi 0.5 hingga 10
ppm terjadi peningkatan nilai adsorbannya yang semakin tinggi. Cx yang telah
ditugaskan kepada saya pada pengambilan sampel sebanyak 6 ml adalah dengan
nilai x = 6.4 ppm.
VII.
Daftar Pustaka
Hafnimardiyanti.
Martalius. 2011. Modul Praktikum Instrumen Analisis I.
Padang, ATIP
Bluedhowie,M,1983, Petunjuk Praktikum Pengawasan Mutu Hasil Pertanian I,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
No comments:
Post a Comment