- BIOETANOL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari
Brazil, Amerika Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh
pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Ubi kayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai
bahan makanan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan
pakan ternak. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein,
mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang
lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum.
Semakin
maju nya teknologi bioproses sekarang ubi kayu atau singkong ini bisa diolah
menjadi bioetanol, pengganti premium. Menurut Dr Ir
Tatang H Soerawidjaja, dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB),
singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum
difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana.
Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan
umumnya menggunakan proses farmentasi. Ethanol atau ethyl alkohol C2H5OH berupa cairan bening,
tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable),
toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila terjadi
kebocoran. Bahan baku pembuatan etanol adalah semua bahan yang mengandung gula
(seperti nira), bahan yang mengandung pati (seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar
dan lain-lain) serta bahan berselulosa (seperti kayu, baggase, tongkol jagung dan
lain-lain).
Sehingga fungsi singkong (ubi kayu) sudah mulai bergeser, dari
penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan
bio-ethanol dan karena Indonesia
mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara
alamiah (natural decline)
dari cadangan minyak yang menyebabkan biethanol harus di impor dari Negara
luar. Agar produksi bioethanol terus meningkat maka pengembangan produksi
bioethanol dari bahan baku yang berpati dan ramah lingkungan seperti ubi kayu. Melihat
potensi tersebut akan dilakukan nya percobaan pembuatan bioethanol dari
singkong secara farmentasi yang menggunakan Enzim a-amilase, b-amilase dan ragi
tape. Digunakan nya bahan tersebut karena sangat komersil dan mudah didapat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun dalam praktikum ini penulis membatasi masalah bagaimana
memproduksi Ubi Kayu menjadi Bioethanol dan yang mempengaruhi dalam proses
pembuatan bioethanol ini.
1.3
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah :
·
Mengetahui
proses pembuatan Bioethanol dari bahan pati (Ubi Kayu).
·
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen dan kadar Ethanol yang dihasilkan dari
proses fermentasi pati.
·
Mengetahui
pengaruh Enzim a-amilase dan b-amilase terhadap perolehan Bioethanol dari Ubi
Kayu.
·
Mengetahui
faktor waktu fermentasi terhadap konsentrasi Ethanol yang diperoleh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Kayu atau Singkong (Mannihot esculenta)
Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan
berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan
bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya
bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian
1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di
daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu
memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan
tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna
kuning, hijau atau merah.
Ubi kayu dikenal dengan nama Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela
pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan
kimia ( per 100 gram ) antara lain : – Kalori 146 kal – Protein 1,2 gram –
Lemak 0,3 gram – Hidrat arang 34,7 gram – Kalsium 33 mg – Fosfor 40 mg – Zat
besi 0,7 mg. Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin B1 0,06 mg –
Vitamin C 30 mg – dan 75 % bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung
( per 100 gram ) : – Vitamin A 11000 SI – Vitamin C 275 mg – Vitamin B1 0,12 mg
– Kalsium 165 mg – Kalori 73 kal – Fosfor 54 mg – Protein 6,8 gram – Lemak 1,2
gram – Hidrat arang 13 gram – Zat besi 2 mg – dan 87 % bagian daun dapat
dimakan. Kulit batang ubi kayu mengandung tanin,
enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat.
Fungsi singkong (ubi kayu) sudah mulai
bergeser, dari penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk
pengembangan bio-ethanol. Kebutuhan bio-ethanol sampai dengan 2010 tergolong
cukup tinggi, yaitu mencapai 1,8 juta kilo liter.
Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut
:
Kerajaan : Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Suku : Euphorbiaceae
Subsuku
: Crotonoideae
Tribe : Manihoteae
Marga : Mannihot
Spesies : M. esculenta
Ubikayu atau singkong merupakan
komoditi yang banyak ditanam di Indonesia. Ubikayu dapat diproses menjadi sirup
glukosa dan fruktosa. Sirup glukosa yang terbuat dari singkong kita sebut
dengan gula singkong. Sirup
glukosa merupakan salah satu
produk bahan pemanis yang berbentuk cairan, tidak berbau dan tidak berwarna. Kebanyakan gula ini diproduksi oleh
industri-industri besar yang telah menggunakan teknologi dan peralatan yang
canggih. Padahal sebetulnya teknologi pembuatan gula ini dapat dilakukan dengan cara
sederhana yang dapat dilakukan di pedesaan.Buku ini memperkenalkan dan
membimbing Anda untuk menghasilkan gula singkong yang bermutu dan teknik yang
sederhana sehingga bisa diterapkan di pedesaan. Beberapa teknologi yang diperkenalkan
disini yaitu teknik likuifikasi, sakarifikasi, netralisasi dan
penyaringan, selanjutnya teknik penguapan. Disamping itu disajikan juga
analisis finansial untuk produksi gula singkong, dan contoh produk dari gula
singkong yaitu sirup, gula cetak, permen jely dan kecap.
2.2
Pati atau Amilum
Pati
atau amilum (CAS# 9005-25-8) adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam
air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama
yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati
sebagai sumber energi yang penting.
Pati tersusun dari dua macam
karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan
amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada
tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini
belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan
kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah “pati” kerap dicampuradukkan dengan
“tepung” serta “kanji”. “Pati” (bahasa Inggris starch) adalah penyusun (utama)
tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena ter-/dicampur
dengan protein, pengawet, dan sebagainya. Tepung beras mengandung pati beras,
protein, vitamin, dan lain-lain bahan yang terkandung pada butir beras. Orang
bisa juga mendapatkan tepung yang merupakan campuran dua atau lebih pati. Kata
‘tepung lebih berkaitan dengan komoditas ekonomis. Kerancuan penyebutan pati
dengan kanji tampaknya terjadi karena penerjemahan. Kata ‘to starch’ dari
bahasa Inggris memang berarti ‘menganji’ (‘memberi kanji’) dalam bahasa
Melayu/Indonesia, karena yang digunakan memang tepung kanji.
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan
untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati
dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada
industri kosmetika.
2.3 Bioethanol
Bioethanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang
merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian
gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair,
mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan
kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar
daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri,
mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar
ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Bioetanol
tersebut bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti
jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu. Adapun konversi biomasa tanaman
tersebut menjadi bioethanol adalah seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Konversi biomasa menjadi bioetanol
Biomassa
|
Jumlah
Biomassa
|
Kandungan
Gula
|
Jumlah
hasil bioethanol
|
Biomassa
: Biethanol
|
Ubi Kayu
|
1.000
|
250-300
|
166,6
|
6,5 : 1
|
Ubi Jalar
|
1.000
|
150-200
|
125
|
8 : 1
|
Jagung
|
1.000
|
600-700
|
400
|
2,5 : 1
|
Sagu
|
1.000
|
120-160
|
90
|
12:1
|
Tetes
|
1.000
|
500
|
250
|
4:1
|
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl
(-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Ethanol
lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari
bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi
jalar, jagung, sorgum, beras, ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan
dengan nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah yang
mengandung gula seperti tebu,nira,buah mangga nenas, pepaya, anggur,
lengkeng,dll. Bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi
pun saat ini telah menjadi salah satu
alternative penghasil ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan
baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri
farmasi, kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan
bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol
beraneka ragam, sehingga grade ethanol
yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90-95%
biasa digunakan pada industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai
grade 95-99% atau disebut alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran untuk
miras dan bahan dasar industri farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan
bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya
tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full
Grade Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya grade
akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air.
2.4 Bensin
Bensin adalah salah satu
jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan untuk kendaraan bermotor. Bensin
tersedia atas tiga jenis yaitu premium,
pertamax, dan pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu yang berbeda.
Mutu bahan bakar bensin dikaitkan dengan jumlah ketukan (knocking) yang ditimbulkannya dan dinyatakan
dengan nilai oktan. Makin sedikit ketukan makin baik mutu bensin, makintinggi
nilai oktannya.
Untuk menentukan nilai oktan,
ditetapkan dua jenis senyawa sebagai pembanding yaitu“isooktana”dan n-heptana. Isooktana menghasilkan ketukan paling
sedikit, diberi nilai oktan 100, sedangkan n-heptana menghasilkan ketukan
paling banyak, diberi nilai oktan 0 (nol). Suatu campuran yang terdiri dari 80%
iso oktana dan 20% n-heptana mempunyai nilai oktan sebesar (80/100 x 100) +
(20/100 x 0) = 80.
Secara umum, alkana rantai bercabang
mempunyai nilai oktan lebih tinggi dari pada isomer rantai lurusnya.
Pertamax hanya terdiri atas senyawa isooktana
dan n-heptana, melainkan mutunya atau jumlah ketukan yang dibutuhkan setara
dengan campuran isooktana dan n-heptana. Premium mempunyai nilai oktan 88 dan pertamax plus mempunyai nilai oktan 95. Nilai oktan
bensin harus dinaikan sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Hal ini dapat dilakukan dengan reforming atau menambahkan zat anti ketukan. Reforming adalah suatu proses untuk mengubah alkana
rantai lurus menjadi rantai bercabang, dengan demikian akan menaikan nilai
oktan.
Salah satu zat anti ketukan yang
hingga kini masih digunakan dinegara kita adalah Tetraethyl Lead(TEL). Zat ini
dapat menaikan nilai oktan 15 poin, tetapi dapat menghasilkan timbal hitam
bersama asap kendaraan yang akan menempel pada komponen mesin. Untuk mencegah
supaya timbal hitam tersebut tidak menempel pada komponen mesin dicampurkan
pula etilen bromida, C2H4Br2. Tetapi hal ini justru
menghasilkan timbal bromida yang keluar bersama asap kendaraan, yang mana
senyawa ini sangat beracun yang dapat merusak otak. Dan pada akhirnya senyawa
etilen bromida sekarang diganti menjadimethyl tertiary buthyl ether (MTBE)
Gambar 2.1 Bioethanol atau Ethanol (Alkohol)
Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari
bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, juga dapat diproduksi
dari bahan tanaman yang mengandung selulosa (misalnya : jerami padi), namun
dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit,
sehingga pembuatan ethanol/bioethanol
dari selulosa sementara ini tidak direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang
sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol
untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol
dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru
di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi
produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara
singkat teknologi proses produksi
ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi
dalam tiga tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku, Liquefikasi dan Sakarifikasi,
Fermentasi, Distilasi,dan Dehidrasi.
2.5 . Liquifikasi dan Sakarifikasi
Kandungan karbohidrat
berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi menjadi gula
komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase
melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis).
Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi
(mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase bekerja
memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang
diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks
menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :
·
Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja.
·
Pengaturan pH optimum enzim.
·
Penambahan Enzym
Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur pada
suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi
selesai (dilakukan dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang
dihasilkan)
2.6 Distilasi.
Distilasi atau lebih
umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan alkohol
dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78
derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih
100 derajat celcius. Uap ethanol didalam
distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi
cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga
operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan
pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua)
cara :
1.
Penyulingan menggunakan teknik dan distillator
tradisional (konvensional). Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya
berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
Gambar 2.2 Proses penyulingan ethanol dengan alat konvensional
2.
Penyulingan menggunakan teknik dan distillator
model kolom reflux (bertingkat).
Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai
60-90 % melalui 2 (dua) tahapan penyulingan.
Gambar 2.3 Penyulingan menggunakan distillator model kolom reflux
2.7 Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa
ethanol berkadar 95 % belum dapat
larut dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau
disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses
dehidrasi (distilasi absorbent)
menggunakan beberapa cara, antara lain :
·
Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping
·
Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan
menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil
dehidrasi berupa ethanol berkadar
99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan
bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian
ini disebut Dehidrator.
2.8
Enzim
Enzim
yang telah digunakan secara umum dalam industri pangan, salah satunya enzim a-amilase. Enzim
a-amilase digunakan dalam industri
hidrolisis pati, bir, roti, dan deterjen. Dalam industri hidrolisis pati, enzim digunakan untuk
mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan
viskositas pati dan menghidrolisis
menjadi maltodekstrin. Enzim a-amilase (1,4-a-glukanohidrolase)
merupakan endoglukanase yang menghidrolisis
ikatan internal a-l,4 glikosidik. Sebelum digunakan a-amilase termostabiI,
enzim amilase dari B.sllbtilis dan B. amyloliquefaciens yang
digunakan harus
ditambahkan sebelum dan sesudah tahap gelatinasi pada suhu tinggi. Dengan
ditemukan a-amilase dari B.
Licheniformis maka tahap ini dapat dieliminasi. Enzim a-amiloglukosidase
(1,4-a-D-glukan glukohidrolase atau glukoamilase) dari cendawan digunakan dalam
produksi sirup glukosa yang setara dengan dekstrosa sebesar 95 sampai 97%.
Enzim tersebut memiliki aktivitas exoacting yaitu melepaskan glukosa
dari ujung pereduksi maltodekstrin. Bila diinginkan diperoleh sirup glukosa
yang setara dengan dektrosa lebih dari 98% perIu ditambahkan pululanase dari Klebsiella
aerogenes. Enzim ini ternyata tidak stabil karena secara cepat dapat kehilangan
aktivitas pada pH 4.5 dan suhu 60°C (Thomas & Kenealy 1986).
Contoh Enzim a-amilase dari cendawan
termostabil Aspergillus niger dan A. oryzae digunakan untuk
produksi sirup maltosa. Enzim cendawan tersebut berbeda dari enzim a-amilase
bakteri, yaitu produk utamanya adalah maltosa, disamping itu juga menghasilkan
dekstrin dan glukosa dalam jumlah terbatas. Berdasarkan alasan
ekonomi,a-amilase cendawan sering digunakan bersamaan dengan amiloglukosidase
untuk menghasilkan sirup campuran yang setara dengan dekstran sebesar 60%.
Sirup campuran yang dihasilkan dapat digunakan sebagai substrat murah dalam
industri bir dan fermentasi. Enzim isomerase digunakan untuk mengubah glukosa
menjadi fruktosa dalam industri sirup jagung berkadar fruktosa tinggi. Fruktosa
yang merupakan isomer D-glukosa adalah pemanis alami yang paling manis. Untuk
tujuan isomerisasi ini digunakan enzim xilosa isomerase. Dalam industri modern,
penggunaan xilosa isomerase dilakukan dalam reaktor fixed-bed dalam
bentuk terimobilisasi. Xilosa isomerase yang sering digunakan berasal dari B.
coagulans,Streptomyces albus, Arthrobacter spp., dan Actinoplanes
missouriellsis.
Dua enzim karbohidrase penting lainnya
yang digunakan dalam industri ialah pektinase dan laktase. Pektinase digunakan
untuk menjernihkan jus buah. Laktase digunakan pada industri keju untuk memecah
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Thomas & Kenealy 1986). Enzim proteolitik
memiliki peranan kira-kira dua pertiga dari total pasar industri berbasis
enzim. Dari total protease yang digunakan dalam industri, 25% di antaranya
merupakan protease alkalin termostabil yang digunakan dalam industri deterjen.
Dari uraian tersebut terlihat betapa enzim termostabil sangat berpotensi untuk
diaplikasikan dalam industri modern yang berbasis enzim.
Meskipun kemajuan yang dicapai dalam
aplikasi enzim telah sangat luas selama dekade terakhir ini, namun pengetahuan
tentang fisiologi, metabolisme, enzimologi, dan genetika dari mikrob penghasil
enzim masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian mendalam tentang sifat-sifat
molekuler enzim dan gen-gennya untuk dapat memahami bagaimana mereka
menjalankan fungsinya pada suhu tinggi, bahkan pada suhu di atas 1000 masih
diperlukan.
BAB III
PELAKSANAAN PERCOBAAN
3.1 Alat dan
Bahan
3.1.1 Alat
Adapun peralatan yang digunakan ialah :
·
Parutan Ubi
·
Bejana/tangki untuk
pemasak dan proses fermentasi
·
Kompor
·
Pemanas Listrik
·
Kolom Distilasi
·
Thermometer
·
Alkoholmeter
·
Kertas Lakmus
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah :
·
Ubi Kayu
·
Enzim a-amilase
·
Enzim b-amilase
·
Rago roti
·
Pupuk Urea
·
Pupuk NPK
3.2 Prosedur Kerja
Secara umum produksi
bioethanol mencakup tiga proses yaitu persiapan bahan baku, fermentasi dan
pemurnian.
Cara kerja produksi
bioethanol adalah :
1. Ubi
kayu dikupas bagian kulit arinya kemudian dicuci.
2. Ubi
kayu diparut dengan parutan ubi.
3. Masukkan
ubi kayu yang telah diparut ke dalam tangki pemasak. Tambahkan air sehingga
kadar pati dalam larutan menjadi 14%, kemudian ditambahkan a-amilase sebanyak
0,1% dari berat pati lalu panaskan sampai temperature 80oC sambil
diaduk. Tahan pada temperature ini selama 30menit. Didihkan sampai mendidih dan
tahan pada temperature tersebut selama 30menit, kemudian dinginkan sampai
dengan 55oC lalu masukkan ke dalam sakarifakator.
4. Didalam
sakarikator tambahkan b-amilase sebanyak 0,06% dari berat pati, larutan diaduk
selama 2 jam dan didinginkan sehingga temperature menjadi 34oC.
5. Masukkan
larutan ke dalam tangki fermentor, tambahkan ragi roti, urea sebanyak 0,5% dan
NPK 0,06% dari berat pati dalam larutan lalu diaduk. Proses fermentasi akan
berlangsung selama 72jam.
6. Setelah
proses fermentasi selesai, larutan dimasukkan ke dalam tangki dan siap untuk
didistilasi. Temperatur di distilator dijaga pada 79oC. pada kondisi
ini diharapkan kadar ethanol yang keluar mencapai 95%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Setelah
dilakukannya praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1 Perolehan
Bioethanol
Kelas
|
Kelompok
|
Waktu
fermentasi
|
Penggunaan
Enzim
|
Kadar
Etanol
|
Vetanol
|
Perolehan
Etanol
|
B
|
3 dan 4
|
3
|
Pakai
|
69
|
442
|
304,98
|
5 dan 6
|
6
|
Pakai
|
71
|
500
|
355
|
|
7 dan 8
|
7
|
Pakai
|
70
|
515
|
360,5
|
|
1 dan 2
|
8
|
Pakai
|
66
|
500
|
330
|
|
A
|
3 dan 4
|
9
|
Pakai
|
73
|
440
|
321,2
|
1 dan 8
|
8
|
Tidak
|
-
|
-
|
-
|
|
5 dan 6
|
3
|
Pakai
|
70
|
263
|
184
|
Keterangan :
Waktu fermentasi (hari)
Kadar Etanol (%)
Vetanol (mL)
Perolehan Etanol (mL)
Negative (-) : tidak berhasil
4.2 Pembahasan
Bioethanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang
merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian
gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair.
Karena mulai berkurang nya bahan baku pembuatan Ethanol, maka perkembangan
pembuatan Bioethanol sudah mulai dikembangkan. Pembuatan bioethanol dari bahan
baku yang ramah lingkungan sudah mulai diteliti seperti tanaman yang mengandung
gula dan pati. Dalam praktikum ini pembuatan bioethanol di lakukan dengan bahan
baku yang mengandung pati yaitu Ubi Kayu. Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan
berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan
bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya
bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi.
Setelah dilakukannya praktikum dapat
dilihat hasil pada table 4.1 Pembuatan Bioethanol. Variabel yang dilakukan pada
percobaan ini ialah :
·
Waktu
fermentasi
·
Penggunaan
Enzim
Waktu
fermentasi sangat berpengaruh dalam hasil yang diperoleh, dilihat dari tabel
semakin lama waktu fermentasi semakin tinggi perolehan biotehanol, tetapi hasil
cenderung turun pada hari ke delapan dan ke Sembilan. Kondisi ini disebab kan
oleh kandungan glukosa yang terdapat dalam bahan sudah berkurang, sehingga
bakteri tidak bisa mengubah glukosa menjadi ethanol dan menyebabkan bakteri mati.
Penggunaan
Enzim juga sangat berpengaruh dalam proses fermentasi, pada tabel dapat dilihat
pada kelas A kelompok 1 dan 8 mengalami kegagalan karena tidak adanya
penambahan/pengguaan enzim dalam proses. Enzim sangat berpengaruh karena fungsi
enzim sebagai katalis (mempercepat reaksi terjadi nya ethanol), enzim juga digunakan
untuk mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan
viskositas pati dan menghidrolisis
menjadi maltodekstrin. Enzim a-amilase (1,4-a-glukanohidrolase)
merupakan endoglukanase yang menghidrolisis ikatan
internal a-l,4 glikosidik, enzim juga pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly).
Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase
bekerja memecahkan struktur tepung
secara kimia menjadi gula komplex (dextrin).
Proses Liquifikasi selesai ditandai
dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti
sup. Sedangkan proses Sakarifikasi
(pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) Pada
percobaan yang tidak menggunakan enzim, ubi kayu cepat membusuk, adanya ulat,
berbau tidak enak, warna sedikit hitam dan seperti bubur, sehingga tidak ada
perbedaan antara larutan dan ampas ubi kayu tersebut. Sehingga tidak
menghasilkan bioethanol.
Reaksi
pembuatan Bioehanol :
H2O
(C6H10O5)n ---------------------------- N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H10O5)n ---------------------------- N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n
---------------------------- 2 C2H5OH +
2 CO2. (2)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pembahasan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
·
Dalam proses pembuatan
Bioetanol waktu fermentasi mempengaruhi rendemen.
·
Penggunaan enzim dalam
proses berperan penting, karena mempengaruhi proses terbentuknya Bioethanol.
·
Rendemen yang diperoleh
oleh kelompok 355mL, faktor yang mempengaruhi waktu dan penggunaan enzim.
·
Proses pembuatan
Bioethanol dilakukan dengan metode fermentasi dan bantuan enzim.
5.2 Saran
·
Dalam praktikum
sebaiknya menggunakan APD lengkap.
·
Waktu fermentasi juga
diperhatikan karena mempengaruhi rendemen.
·
Penambahan enzim
sebaiknya teliti karena apabila kelebihan hasil yang didapat tidak bagus.
DAFTAR
PUSTAKA
www.google.com
/ enzimdalambahanpangan
www.google.com
/ prosesproduksipembuatanbioethanol
www.google.com
/ Amillase
pratima
bajpai and pramod K.B ; 1998; Denking with Enzyme: A Review, TAPPI Journal
81:12
No comments:
Post a Comment